Hai, kamu yang sempat akan menjadi belahan hatiku.Sedang apa dirimu saat ini?Apakah sedang bercengkerama dengan wanita lain?Masihkah kamu ingat padaku — gadis yang hampir jadi belahan hatimu?
Halo, apa kabarmu? Aku menulis surat ini untukmu, mesku kutahu aku tidak akan mengirimkannya jua. Aku terlalu malu untuk mengakui gejolak perasaanku di hadapanmu. Surat ini hanya berisi curahan hatiku saja yang tidak sepaket dengan rentetan penyesalan di belakangnya.
Ya, aku sudah mengamini bahwa kita memang tidak diciptakan untuk bersama. Lewat surat ini, aku juga sekaligus ingin membersihkan hatiku dari remah-remah kenangan tentang dirimu. Supaya ruangannya menjadi lapang bagi hati milik pria lain yang akan segera datang bersua.
Mari kita ingat kembali pertemuan kita kala itu. Sejak pertama kali bertemu kamu memang sudah mencuri tempat penting di hatiku
Ah, aku ingat aku selalu mencibir tiap ada yang melontarkan topik cinta pada pandangan pertama. Aku tidak meyakini dan tidak akan sebegitu bodohnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun, tahukah kamu, bersamamu aku bagai menjilat ludah sendiri? Ya, aku merasa ada getaran tak biasa saat pertama kali melihatmu. Raga ini terasa limbung, limbung yang begitu memabukkan serta membuatku ingin terus menerus merasakannya.
Harus ku akui, aku sudah terpesona saat pertama kali bertemu denganmu. Tidak, aku tidak hanya terpesona pada ragamu. Hatiku jatuh hati pada kesopanan serta wibawamu. Dan, asal kamu tahu, tangan kokohmu yang sempat bertautan denganku sepersekian detik saat berkenalan mampu membuat hatiku meremang hingga sisa hari.
Apakah kenangan yang sama juga tertinggal begitu dalam dalam kepalamu? Atau cuma aku yang selama ini mengagumimu?
Perasaan yang dalam bahkan membuatku berani mengajukan doa. Kuminta pada Tuhan semoga kelak, kamu lah yang akan jadi belahan hatiku selanjutnya
Setelah perkenalan sederhana, kita menjadi begitu lekat. Kita enggan berpisah meski sekejap saja. Aku dan kamu sama-sama nyaman menghabiskan waktu hanya berdua, ya itulah yang kurasa. Percakapan tentang apapun kita lahap habis bersama.
Aku yang haus akan wawasan tidak pernah bosan mendengarkan cerita yang kau tuturkan. Membuatmu menjadi tempat tujuanku untuk bertanya tentang apa saja. Kamu juga nampaknya selalu menikmati setiap kelakar yang sesekali aku lontarkan. Gelakmu selalu disusul dengan tatapan mata yang begitu lekat, membuat hati kita kian dekat.
Kita juga selalu saling mengisi sisa hari. Dari pagi hingga senja tak pernah alpa kita bersua. Tidak bertemu sehari saja membuat raga ini serasa tidak bertenaga. Ya, aku semakin yakin bahwa kita mampu menjadi pasangan sempurna. Kamu selalu bisa menerka apa mauku dan aku bisa selalu tahu apa inginmu. Kita bagaikan kepingan puzzle yang memang memiliki sisi yang pas untuk disatukan, setidaknya itulah yang kurasa.
Semenjak hari itu setiap malam, aku selalu berdoa pada Sang Maha Segalanya, supaya aku diijinkan merangkai cerita denganmu di masa depan.
Tapi ternyata semesta tak mengamini. Sebelum sempat menjalin cerita bersama, kau dan aku harus berjalan sendiri-sendiri. Sakit? Ah, rasanya tak perlu kujelaskan lagi
Senja itu merupakan senja terburuk yang pernah kualami. Aku ingat saat itu aku menangis tersedu ketika harus mengakhiri kedekatan kita. Hati ini seperti ada beberapa bagiannya yang patah dan hilang entah kemana. Hatiku limbung dan aku tidak tahu kemana mesti mencari pijakan. Ya, entah mengapa hubungan kita merenggang. Aku tidak tahu apa yang kulakukan sehingga membuatmu berubah.
Walaupun hingga sekarang kita masih bertukar sapa, kita seperti dua manusia berbeda yang tidak sama seperti sebelumnya. Tawa hangat dan cerita panjang lebar yang dulu selalu kau tuturkan kini berubah menjadi senyum sarat kesopanan dan satu dua patah sapaan. Kelakar yang dulu selalu kulontarkan juga sekarang hanya mampu tertambat di ujung lidah dan keluar sebagai kata, ‘Halo’ sederhana.
Walau tidak sempat saling mendampingi, rasanya pertemuan kita tidak harus kusesali. Bagaimanapun, kaulah salah satu persimpangan terindah yang pernah kulalui
Aku tahu, semesta memang tidak mengamini kita untuk bersama. Aku dan kamu memang diciptakan untuk bertemu hanya sekejap saja. Namun, kamu adalah cerita indah yang pernah aku temui. Terimakasih karena sudah mengajarkanku banyak hal dan membuka mataku akan wawasan baru.
Kini aku sudah mampu berlapang dada.Sekali lagi, terimakasih sudah pernah datang bersua di kehidupanku yang sekarang.Semoga kamu bahagia dengan siapapun manusia yang ada di pelukanmu saat ini.